Menjadi Simpatisan Yang Merdeka?
Kabar tersangkutnya kasus korupsi salah satu pemimpin tertinggi suatu partai yang lagi berkibar di negeri Astina itu, membuat gempar dunia bahkan santer terdengar sampai ke telinga penulis sendiri. Walapun dari awal penulis pun sudah tidak kaget dengan berita-berita masalah korupsi ataupun narkoba yang menyangkut para elite dan public figure negeri tersebut.
Namun untuk kabar kali ini memang ada yang Ruuuuaaaaaar Biasaaaa, karena menyangkut langsung pemimpin tertinggi suatu partai yang selalu mencitrakan dirinya paling bersih itu. Oleh karenanya penulis lantas mencoba menyimak komentar dari kolega-kolega penulis di Astina, seperti biasa Togog dan Mbilung.
Bagi sebagian besar kader militant dari partai itu tentu saja tidak terima dengan berita tersebut, bahkan menuduh ada konspirasi dari pihak ketiga, hal ini pun didukung oleh statement dari sang presiden baru dari partai tersebut. Zionis, Yahudi, Amerika lantas disebut-sebut sebagai biang kerok dan kambing hitam atas terjeratnya mantan presiden mereka.
Sang Presiden baru pun melakukan perlawanan, opini konspirasi menjadi asumsi tanpa fakta yang berisi, Sebetulnya hal tersebut lumrah dilakukan oleh Sang Presiden dengan tujuan konsolidasi dan menjaga persatuan para kader di seluruh pelosok Astina agar tidak tercerai berai, karena posisi mental dan keyakinan para kader sedang terpuruk di titik nadir. Namun yang diherankan bukankah melakukan tuduhan-tuduhan yang tidak jelas itu dilarang oleh berbagai agama, mungkin begitu tetapi bisa jadi bagi mereka halal kalau yang tertuduh itu Zionis, Israel, Yahudi ataupun Amerika dan sekutunya atau mungkin juga itu dimaksudkan untuk mencarikan “musuh bersama” agar anggota tetap solid dan focus, walaupun dengan cara yang bertentangan dengan citra yang dibangunnya selama ini.
Tetapi bagaimanapun alasan itu kabar baiknya akhirnya isu konspirasi ini dianggap selesai oleh partai tersebut, karena memang sulit pembuktiannya bahkan terkesan mengada-ada dan yang jelas ternyata malah menuai komentar yang tidak diharapkan dari berbagai pihak atau bahasa kerennya kontraproduktif. Sang Presiden memilih akan berkeliling ke seluruh daerah dulu, khususnya ke daerah-daerah penting untuk konsolidasi internal dan memberikan pemahaman yang benar kepada kader tentang apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan menyusul adanya kasus tersebut.
Reaksi di atas tadi berbeda dengan si Mbilung yang salah satunya bersimpati dengan partai tersebut. Pada awalnya Mbilung memang simpatik dengan partai yang mencitrakan paling suci ini, berbagai harapan pun ditujukan untuk partai ini. Mulanya Mbilung tertarik dengan penyebutan Presiden bagi Sang Pemimpin Tertinggi ini, karena terkesan modern dan professional dibanding kata Ketua yang paling jauh citranya seperti Ketua RT/RW saja. Kata Presiden telah memberi makna tersendiri bagi anak muda seperti Mbilung ini. Citra bersih yang didukung oleh sebagian besar para pemuda sekolahan ini, menjadikan banyak kalangan bersimpati termasuk Mbilung.
Lain halnya Mbilung…. sekali lagi berbeda Mbilung berbeda pula Togog, kalau Togog begitu tertarik sama sepak terjang Partai ini lantas dia milih bergabung menjadi kadernya. Sedangkan Mbilung tidak, dia lebih menyukai kebebasan dengan sekedar menjadi simpatisan dari beberapa partai. Pilihan ini tentu saja tidak mudah untuk dilakukan karena sindiran dan cemohan dari mereka-mereka yang ingin kepastian suara Mbilung sangat agresif memburunya. Seolah-olah mereka menyalahkan kalau Mbilung tidak menundukan pikiran dan hatinya kepada suatu partai tertentu, apalagi kadang Mbilung melakukan Golput pada saat Pemilu pusat maupun daerah, hujatan pun berhamburan dari sekedar tuduhan sebagai orang yang plin-plan tidak berpendirian sampai dengan tuduhan sebagai orang yang tidak bertanggung jawab.
Menjadi simpatisan maupun kadang menjadi golput sebetulnya sebuah pilihan juga, toh selama ini Mbilung juga masih setia dengan Negara Astina tercinta. Coba kita dengar alasan mengapa Mbilung memilih kebebasan untuk tidak terkontaminasi dengan doktrin dari partai-partai tersebut.
Pemilu itu memilih orang sebagai wakil dirinya, bukan sekedar nyontreng gambar.
Dengan demikian hanya orang baik, kompeten dan amanah yang menurut pikiran dan hati Mbilung saja yang akan dipilih. Nah orang-orang ini tersebar di berbagai partai, maka dengan kebebasan sebagai simpatisanlah Mbilung bisa berpikir jernih untuk menentukan pilihan. Hal ini tentu saja berbeda dengan Togog yang sudah terlanjur dicuci otaknya, ditambah lagi dengan komitmen seia sekata sehidup semati kepada partainya. Pikirannya telah terbelenggu, walaupun langit runtuh Right and Wrong is my Party, orang lain tidak perlu komentar.
Golput adalah sebuah pilihan
Mbilung melakukan golput sangatlah berbeda motivasi dengan apa yang yang dilakukan oleh sebagian teman-temannya yang bergolput ria karena tidak mau menerima system yang ada. Golput Mbilung kadang bisa jadi karena melihat tidak adanya sosok calon pemimpin yang cocok untuk dipilih atau disebabkan oleh kenyataan bahwa seluruh calon dari sisi kompetensi dan track record bagus semua. Intinya pada saat Mbilung memutuskan untuk Golput dia sudah memberikan pilihan untuk bersedia dipimpin oleh siapapun yang terpilih, toh semuanya hasilnya tidak akan jauh beda.
Menjadi simpatisan berarti bebas merdeka jiwa dan pikirannya.
Bagi Mbilung menjadi sekedar simpatisan berarti hanya simpatik kepada partai-partai tertentu bisa jadi lebih dari satu, karena kebaikan Tuhan tidak hanya dari satu pintu walaupun partai itu mengaku yang paling baik sedunia dan akherat. Menurut Mbilung adalah wajar jika suatu saat dia beralih pikiran dan tidak menjadi simpatisan partai tertentu, tidak ada pasal dan moral yang dilanggar, toh dia hanya berjanji pada diri dan Tuhannya untuk mencari kebaikan di negeri Astina ini.
Menjadi simpatisan tidak untuk kepentingan oportunis pribadi.
Oportunis adalah semata-mata hendak mengambil keuntungan untuk diri sendiri dari kesempatan yang ada tanpa berpegang pada prinsip tertentu. Bagi Mbilung sebagai rakyat biasa memberikan pilihan pada saat pemilu tidak menghasilkan keuntungan apa-apa, hanya sekedar harapan dan doa semoga calon pemimpinnya jika terpilih tidak mengingkari janjinya dan memenuhi segala hak-haknya sebagai rakyat di negeri Astina. Walaupun kadang Mbilung hanya bisa bungkam kalau pemimpinnya yang dipilih ternyata malah memarjinalkan dan melupakannya. Mbilung selalu memaklumi hal tersebut, mungkin itu hanya cobaan sebagai rakyat jelata. Tetapi yang jelas Mbilung mempunyai prinsip untuk memilih sebagai simpatisan maupun kadang menjadi Golput, karena bagi Mbilung selalu memilih dan memilih untuk tidak memilih dengan menggunakan akal sehatnya.
Sebetulnya masih cukup panjang curhatnya Mbilung ini, namun karena penulis sendiri merasa ada keterbatasan pengetahuan dan pemahaman tentang Mbilung ini, maka dengan terpaksa sampai di sini saja tulisan Si Mbilung Sang Simpatisan ini. Semoga saja tulisan ini bermanfaat untuk diri saya sendiri, agar tidak terjerumus kepada taklid yang membabi buta.