EFEK DOMINO KENAIKAN UPAH BURUH
oleh Nur Hudda Elhasani
Penulis memang bukan ahli ekonomi tetapi setidaknya penulis merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang mau tidak mau ikut melihat jalannya sejarah negeri ini. Penulis juga seorang buruh, walaupun kadang kebanyakan orang mengetahui yang dimaksud dengan buruh itu adalah karyawan pabrik. Padahal buruh itu sama dengan pekerja yang artinya setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (UU nomor 13 tahun 2003).
Pada kesempatan kali ini penulis hanya ingin berbagi komentar perihal keputusan pemerintah terhadap kenaikan upah buruh, terlepas apakah keputusan itu akibat demo-demo yang dilakukan oleh karyawan pabrik yang hampir menyentuh rasa kekawatiran terhadap keamanan negeri ini. Bahkan dengar-dengar ada beberapa keputusan kenaikan upah buruh dikarenakan adanya janji politik oleh oknum pejabat pada waktu kampanye PILKADA-nya.
Sekalipun pengusaha menolak kenaikan upah buruh yang fantastis tersebut, tetapi pemerintah telah memutuskan upah buruh di kota besar seperti DKI Jakarta naik 44 persen dari Rp. 1,53 juta menjadi 2.22 juta. Kenaikan upah buruh ini diharapkan dapat memberikan harapan baru bagi kesejahteraan para kaum buruh baik di bidang industri, jasa maupun pertanian dan disisi lain menjadi beban berat yang harus direalisasikan oleh para pengusaha.
Kenaikan upah buruh bagi pengusaha tingkat atas (industri besar) tidaklah terlalu merisaukan mereka, akan tetapi bagi pengusaha tingkat menengah-bawah khususnya dalam bidang sektor pendidikan tidaklah mudah untuk direalisasikan, apalagi pada sektor pertanian termasuk nelayan.
Kenaikan upah buruh ini paling-paling hanya bisa dinikmati oleh mereka-mereka yang menjadi karyawan pabrik besar dan mereka inilah yang rata-rata paling getol melakukan demo-demo karena sudah tahu tuntutannya akan berhasil untuk direalisasikan. Sedangkan untuk buruh di sektor pendidikan bisakah mereka demo, dapatkah mereka menuntut dan bagaimana jadinya kalau para petani demo, para nelayan demo. Bagi penulis mereka sebetulnya the real buruh yang harus mendapatkan perhatian pendapatannya.
Kenaikan upah buruh biasanya menimbulkan efek domino dengan kenaikan harga jual yang dikarenakan adanya kenaikan harga produksi. Dan biasanya pula kenaikan upah buruh ini diikuti dengan kenaikan kebutuhan pokok masyarakat serta akan dapat diperparah dengan adanya kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan BBM dan kenaikan biaya transportasi yang semuanya beralasan klasik tidak mau merugi.
Bagaimana dengan upah buruh pendidikan alias guru swasta yang memang sedikit berbeda dengan guru negeri yang sudah lebih dulu mengalami kemakmuran dibanding saudaranya guru swasta. Bisakah mereka serta merta ikut dinaikkan gajinya tanpa menaikan biaya sekolah, tentu saja bisa dengan jalan mengurangi biaya pengembangan dan operasional dengan kata lain menurunkan kwalitas sarana dan prasarananya. Bagaimana kalau biaya sekolah naik untuk mengimbangi kenaikan upah buruh pendidikan, dipastikan hasilnya akan menurunkan kesempatan untuk bersekolah bagi kalangan tidak mampu. Belum lagi kalau berbicara mengenai kondisi para buruh pendidikan di daerah perbatasan atau pulau terpencil.
Selaian fenomena tersebut penulis juga katakan di awal paragrap tadi, bahwa bagi buruh disektor pertanian maupun nelayan, kenaikan upah buruh ini justru menambah kekawatiran akan naiknya kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Hasil produksi pertanian biasanya selalu dipatok oleh pemerintah untuk tidak boleh mengalami kenaikan walaupun terdapat alasan biaya produksi mengalami kenaikan. Bagaimana kalau mereka membandel dengan tetap menaikan harga jual produknya seperti yang dilakukan oleh para peternak sapi saat ini.
Kenaikan harga jual di sektor pertanian biasanya akan segera diantisipasi oleh pemerintah dengan membuka kran impor selebar-lebarnya, akibatnya pasti sudah bisa ditebak hasil produksi dari para buruh pertanian ini tidak laku karena kalah bersaing dengan produk impor. Mungkin mereka sudah dilahirkan sebagai orang miskin, agar tetap ada orang yang disebut kaya di negeri ini.
Melonjaknya upah buruh pabrik mendorong orang desa untuk melakukan urbanisasi. Buruh-buruh di pedesaan semakin berkurang, yang pada akhirnya akan memaksa kenaikan upah buruh tani. Nah fenomena ini mau tidak mau akan memaksa kenaikan harga pangan. Sementara itu kalau pemerintah tetap memaksa mengatasi kenaikan harga pangan dengan mengimpor bahan pangan yang lebih murah akan memicu ambruknya sektor pertanian dalam negeri yang seharusnya diproteksi oleh pemerintah.
Dengan kata lain pemerintah akan gagal menjaga ketahanan pangan dalam negeri, apalagi meningkatkannya. Saat ini saja luas lahan pengusahaan petani sangat kecil. Sebagian besar hanya 300m2, bahkan kurang. Dalam kondisi tertentu, seperti saat pengolahan lahan, musim tanam dan panen, para petani sudah mulai kesulitan mendapatkan tenaga kerja. Mereka lebih tertarik bekerja di sektor industri atau menjadi TKI di luar negeri.
Faktanya saat ini pemerintah sudah menaikkan UMR bagi para “buruh” (dibaca pekerja), tinggal kita menunggu akan ada berapa pengusaha yang mampu menaikkan UMR dan ada berapa pengusaha yang terpaksa angkat tangan. Seandainya lebih dari 60% pengusaha tidak mampu menaikkan UMR dan terpaksa gulung tikar atau terpaksa memindahkan usahanya ke negara lainnya, agar produknya masih dapat bersaing di pasaran, maka dipastikan akan banyak perpindahan buruh dari sektor industri ke sektor pertanian. Dengan kata lain transformasi buruh dari sektor pertanian ke sektor industri gagal, PHK dimana-mana, kemiskinan meningkat dan disusul dengan meningkatnya pula beberapa penyakit masyarakat. Akan tetapi seandainya yang terjadi sebaliknya yaitu dimana para pengusaha tidak keberatan menaikkan upah para buruhnya, maka yang dipastikan terjadi adalah kenaikan harga-harga kebutuhan masyarakat.
Persoalan ekonomi bangsa tidak bisa hanya didasarkan pada pertarungan kekuatan buruh dan pengusaha yang porsi angkatan kerjanya hanya 13,87 %. Pemerintah juga harus memikirkan kepada rakyat yang 41,53 juta orang yang saat ini menganggur, setengah menganggur dan menjadi buruh paruh waktu.
Kenaikan upah buruh seyogyanya dilakukan pemerintah dengan pertimbangan yang matang, terukur dan konstruktif, serta jangan hanya didasarkan pada adu kekuatan antara pengusaha, pemerintah dan kaum pekerja, apalagi didasarkan pada kepentingan politik sesaat saja. Dan yang lebih penting lagi kenapa tidak ada demo-demo dari masyarakat yang menuntut penguatan rupiah terhadap mata uang asing terutama dollar US.