BLACAN merupakan salah satu jenis Kucing Hutan dan orang menyebutnya Macan Akar, Meong Congkok atau lebih keren lagi Leopard Cat. Disebut Leopard Cat karena corak bulu Blacan mirip dengan corak bulu Leopard. Sosok Blacan ini hampir mirip dengan kucing bakau atau Fishing Cat (Prionailurus viverrinus) yang pandai menyelam. Fishing Cat kakinya dilengkapi dengan selaput renang sedangkan Leopard Cat tidak dilengkapi dengan peralatan renang tersebut.
Bicara tentang keluarga kucing ini termasuk Singa, harimau dan sejenisnya adalah anggota famili Felidae, ordo Carnivora. Felidae pertama diketahui pada masa Eocene, sekitar 40 juta tahun yang lalu. Felidae yang paling dikenal adalah kucing peliharaan (subspesies Felis silvestris catus), yang pertama kali berasosiasi dengan manusia sekitar 7000 dan 4000 tahun yang lalu. Keluarga liarnya masih tinggal di Afrika dan Asia bagian barat.
Anggota felidae lainnya yang cukup dikenal adalah kucing besar seperti Singa, Harimau, Macan Tutul, Jaguar, Cheetah (yang muncul sebagai keturunan kucing kecil), dan kucing liar lainnya seperti Lynx, Puma, Caracal, dan Bobcat. Semua felidae, termasuk pula kucing peliharaan, adalah superpredator yang mampu menghancurkan seluruh makhluk hidup yang lebih kecil dari mereka.
Felidae yang kurang dikenal termasuk hasil perkawinan campur seperti Liger dan Tigon. Liger adalah kucing terbesar dalam famili Felidae, bahkan melebihi harimau (perlu diketahui, harimau adalah kucing terbesar dalam famili Felidae yang ditemukan di alam).
Ada 37 spesies Felidae yang diketahui di dunia saat ini. Spesies ini aslinya di Asia dan menyebar ke benua lainnya lewat jembatan darat.
Klasifikasi
Kemiripan bentuk fisik anggota Felidae menyebabkan pada masa lalu anggota-anggotanya dikelompokkan pada satu marga (Felis) atau dua marga saja (Felis, kucing kecil, dan Panthera, kucing besar). Kajian filogeni dengan menggunakan bantuan teknik molekular menunjukkan bahwa variasi di dalam anggota Felidae cukup besar, sehingga klasifikasi berikut yang sekarang mulai dianut oleh para peminat zoologi.
•Subfamili Felinae
oGenus Felis
Kucing liar, Felis silvestris
Kucing gurun atau Kucing liar Afrika, Felis silvestris lybica
Kucing peliharaan, Felis silvestris catus
Kucing pasir, Felis margarita
Kucing hutan, Felis chaus
Kucing berkaki hitam, Felis nigripes
Kucing gurun Tiongkok, Felis bieti
oGenus Otocolobus
Kucing Pallas, Otocolobus manul
oGenus Catopuma
Kucing emas Asia, Catopuma temminckii
Kucing merah, Catopuma badia (syn. Felis badia)
oGenus Profelis
Kucing emas Afrika, Profelis aurata
oGenus Prionailurus (kucing hutan)
Kucing hutan "meong congkok", Prionailurus bengalensis (syn. Felis bengalensis)
Kucing bakau, Prionailurus viverrinus (syn. Felis viverrinus)
Kucing kepala datar, Prionailurus planiceps
Kucing totol, Prionailurus rubiginosus
oGenus Lynx
Eurasian Lynx, Lynx lynx
Spanish Lynx, Lynx pardinus
Canadian Lynx, Lynx canadensis
Bobcat, Lynx rufus
oGenus Caracal
Caracal, Caracal caracal
oGenus Leptailurus
Serval, Leptailurus serval
oGenus Herpailurus
Jaguarundi, Herpailurus yaguarondi
oGenus Oncifelis
Kucing pampa, Oncifelis colocolo
Geoffroy's Cat, Oncifelis geoffroyi
Kodkod, Oncifelis guigna
oGenus Oreailurus
Kucing andes, Oreailurus jacobita
oGenus Leopardus
Ocelot, Leopardus pardalis
Margay, Leopardus wiedii
Kucing berpola titik kecil, Leopardus tigrinus
oGenus Pardofelis
Kucing batu, Pardofelis marmorata (syn. Felis marmorata)
oGenus Puma
Puma, Puma concolor
•Subfamilia Pantherinae
oGenus Neofelis
Macan dahan, Neofelis nebulosa
Macan dahan sunda, Neofelis diardii
oGenus Uncia
Macan Tutul Salju, Uncia uncia
oGenus Panthera
Singa, Panthera leo
Harimau, Panthera tigris
Macan Tutul, Panthera pardus
Jaguar, Panthera onca
•Subfamily Acinonychinae
oGenus Acinonyx
Cheetah, Acinonyx jubatus
baca selanjutnya
NASIB SEBAGAI SEORANG KARYAWAN
Ketika mengajar di kelas tidak jarang saya membahas tema faktual termasuk apa pandangan para mahasiswa tentang kerja. Ada yang menjawab kerja (mencari nafkah) itu adalah ibadah, kewajiban, sumber pendapatan, kehidupan, aktualisasi diri, hobi, dan bahkan ada yang pada kondisi tertentu kerja itu dipandang sebagai ancaman. Sebagian besar mereka menjawabnya kerja sebagai ibadah. Kemudian dalam prakteknya ada orang yang malas kerja dan ada yang rajin. Mengapa demikian?. Dari sisi teori dikenal adanya teori X dan teori Y. Teori yang pertama mengindikasikan bahwa pada dasarnya seseorang itu malas kerja. Kerja dipandang sebagai menyusahkan sekaligus mengancam dirinya. Kalau seorang karyawan maka dia termasuk orang yang egoistis, egosentris, dan tak bertanggung jawab. Sementara karyawan yang bercirikan teori Y adalah orang yang sangat rajin dan disiplin. Kerja sudah dipandang sebagai kebutuhannya. Inisiatif atau etos kerjanya begitu tinggi dan bertanggung jawab. Bahkan dekat dengan perilaku kecanduan kerja.
Apa saja ayat yang ada di dalam Al-Quran yang menyangkut kerja? Tidak sedikit ayat yang berkait tentang pentingnya kerja. Salah satunya, Allah berfirman: “dan katakanlah: bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman akan melihat pekerjaan itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata lalu diberitakannya kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. At-Taubah 105). Dengan kata lain Islam sangat membenci pada orang yang malas dan bergantung pada orang lain. Sikap ini diperlihatkan Umar bin Khattab ketika mendapati seorang sahabat yang selalu berdo’a, tidak mau bekerja. “janganlah seorang dari kamu duduk dan malas mencari rizki kemudian ia mengetahui langit tidak akan menghujankan emas dan perak. Rasululllah SAW pun senantiasa berdo’a kepada Allah agar dijauhi sifat malas, sifat lemah dan berlindung dari Allah penakut dan sangat tua dan saya berlindung kepada-Mu dari siksa kubur dan dari ujian hidup dan mati (HR. Abu Daud).
Secara normatif (ajaran) di atas, seharusnya kaum muslim khususnya di Indonesia memiliki etos kerja tinggi. Mengapa? Karena Islam mengajarkan agar umatnya harus mengawali kerja dengan niat yang utamanya untuk ibadah pada Allah. Selain itu tidak melakukan pekerjaan yang haram seperti korupsi dan merampok. Kemudian tidak merugikan orang lain, saling meridhai, tak ada unsur penipuan, tidak merusak lingkungan, dan untuk meningkatkan kesejahteraan umat atau berdasarkan rahmatan lil alamin. Kalau demikian maka seharusnya produktifitas kerjanya tinggi. Namun dalam prakteknya belum semua umat menerapkan ajakan dan peringatan Allah tentang kerja.
Oleh karena itu marilah kita simak pengklasifikasian karyawan dan pejabat kantor ini dari sudut istilah hukum yang digunakan dalam agama Islam. Pendekatan ini sama sekali bukan untuk mencampuradukkan atau merendahkan nilai istilah hukum tersebut, melainkan hanya sekedar untuk pengelompokan guna mempermudah pemahaman kita karena makna dari istilah hukum tersebut sangat sederhana dan akrab bagi kita. Mudah-mudahan bisa jadi cara yang praktis untuk mengukur dan menilai diri sendiri.
(Ide dasar ini diambil dari pendapat Emha Ainun Najib)
1. Karyawan / Pejabat "Wajib"
Tipe karyawan atau pejabat wajib ini memiliki ciri : keberadaannya sangat disukai, dibutuhkan, harus ada sehingga ketiadaannya sangat dirasakan kehilangan.
Dia sangat disukai karena pribadinya sangat mengesankan, wajahnya yang selalu bersih, cerah dengan senyum tulus yang dapat membahagiaan siapapun yang berjumpa dengannya.
Tutur katanya yang sopan tak pernah melukai siapapun yang mendengarnya, bahkan pembicaraannya sangat bijak, menjadi penyejuk bagi hati yang gersang, penuntun bagi yang tersesat, perintahnya tak dirasakan sebagai suruhan, orang merasa terhormat dan bahagia untuk memenuhi harapannya tanpa rasa tertekan.
Akhlaknya sangat mulia, membuat setiap orang meraskan bahagia dan senang dengankehadirannya, dia sangat menghargai hak-hak dan pendapat orang lain, setiap orang akan merasa aman dan nyaman serta mendapat manfaat dengan keberadaannya
2. Karyawan / Pejabat "Sunnah"
Ciri dari karyawan/pejabat tipe ini adalah : kehadiran dan keberadaannya memang menyenangkan, tapi ketiadaannya tidak terasa kehilangan.
Kelompok ini hampir mirip dengan sebagian yang telah diuraikan, berprestasi, etos kerjanya baik, pribadinya menyenangkan hanya saja ketika tiada, lingkungannya tidak merasa kehilangan, kenangannya tidak begitu mendalam.
Andai saja kelompok kedua ini lebih berilmu dan bertekad mempersembahkan yang terbaik dari kehidupannya dengan tulus dan sungguh-sungguh, niscaya dia akan naik peringkatnya ke golongan yang lebih atas, yang lebih utama.
3. Karyawan / Pejabat "Mubah"
Ciri khas karyawan atau pejabat tipe ini adalah : ada dan tiadanya sama saja.
Sungguh menyedihkan memang menjadi manusia mubadzir seperti ini, kehadirannya tak membawa arti apapun baik manfaat maupun mudharat, dan kepergiannya pun tak terasa kehilangan.
Karyawan tipe ini adalah orang yang tidak mempunyai motivasi, asal-asalan saja, asal kerja, asal ada, tidak memikirkan kualitas, prestasi, kemajuan, perbaikan dan hal produktif lainnya. Sehingga kehidupannya pun tidak menarik, datar-datar saja.
Sungguh menyedihkan memang jika hidup yang sekali-kalinya ini tak bermakna. Harus segera dipelajari latar belakang dan penyebabnya, andaikata bisa dimotivasi dengan kursus, pelatihan, rotasi kerja, mudah-mudahan bisa meningkat semangatnya.
4. Karyawan / Pejabat "Makruh"
Ciri dari karyawan dan pejabat kelompok ini adalah : adanya menimbulkan masalah tiadanya tidak menjadi masalah.
Bila dia ada di kantor akan mengganggu kinerja dan suasana walaupun tidak sampai menimbulkan kerugian besar, setidaknya membuat suasana tidak nyaman dan kenyamanan kerja serta kinerja yang baik dapat terwujud bila ia tidak ada.
Misalkan dari penampilan dan kebersihan badannya mengganggu, kalau bicara banyak kesia-siaan, kalau diberi tugas dan pekerjaan selain tidak tuntas, tidak memuaskan juga mengganggu kinerja karyawan lainnya.
5. Karyawan / Pejabat "Haram"
Ciri khas dari kelompok ini adalah : kehadirannya sangat merugikan dan ketiadaannya sangat diharapkan karena menguntungkan.
Orang tipe ini adalah manusia termalang dan terhina karena sangat dirindukan "ketiadaannya". Tentu saja semua ini adalah karena buah perilakunya sendiri, tiada perbuatan yang tidak kembali kepada dirinya sendiri.
Akhlaknya sangat buruk bagai penyakit kronis yang bisa menjalar. Sering memfinah, mengadu domba, suka membual, tidak amanah, serakah, tamak, sangat tidak disiplin, pekerjaannya tidak pernah jelas ujungnya, bukan menyelesaikan pekerjaan malah sebaliknya menjadi pembuat masalah. Pendek kata di adalah "trouble maker".
Silahkan anda renungkan, kita termasuk kategori yang mana...?
Semoga semua ini menjadi bahan renungan agar hidup yang hanya sekali ini kita bisa merobah diri dan mempersembahkan yang terbaik dan yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat nanti. Jadilah manusia yang "wajib ada". Semoga!
Apa saja ayat yang ada di dalam Al-Quran yang menyangkut kerja? Tidak sedikit ayat yang berkait tentang pentingnya kerja. Salah satunya, Allah berfirman: “dan katakanlah: bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman akan melihat pekerjaan itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata lalu diberitakannya kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. At-Taubah 105). Dengan kata lain Islam sangat membenci pada orang yang malas dan bergantung pada orang lain. Sikap ini diperlihatkan Umar bin Khattab ketika mendapati seorang sahabat yang selalu berdo’a, tidak mau bekerja. “janganlah seorang dari kamu duduk dan malas mencari rizki kemudian ia mengetahui langit tidak akan menghujankan emas dan perak. Rasululllah SAW pun senantiasa berdo’a kepada Allah agar dijauhi sifat malas, sifat lemah dan berlindung dari Allah penakut dan sangat tua dan saya berlindung kepada-Mu dari siksa kubur dan dari ujian hidup dan mati (HR. Abu Daud).
Secara normatif (ajaran) di atas, seharusnya kaum muslim khususnya di Indonesia memiliki etos kerja tinggi. Mengapa? Karena Islam mengajarkan agar umatnya harus mengawali kerja dengan niat yang utamanya untuk ibadah pada Allah. Selain itu tidak melakukan pekerjaan yang haram seperti korupsi dan merampok. Kemudian tidak merugikan orang lain, saling meridhai, tak ada unsur penipuan, tidak merusak lingkungan, dan untuk meningkatkan kesejahteraan umat atau berdasarkan rahmatan lil alamin. Kalau demikian maka seharusnya produktifitas kerjanya tinggi. Namun dalam prakteknya belum semua umat menerapkan ajakan dan peringatan Allah tentang kerja.
Oleh karena itu marilah kita simak pengklasifikasian karyawan dan pejabat kantor ini dari sudut istilah hukum yang digunakan dalam agama Islam. Pendekatan ini sama sekali bukan untuk mencampuradukkan atau merendahkan nilai istilah hukum tersebut, melainkan hanya sekedar untuk pengelompokan guna mempermudah pemahaman kita karena makna dari istilah hukum tersebut sangat sederhana dan akrab bagi kita. Mudah-mudahan bisa jadi cara yang praktis untuk mengukur dan menilai diri sendiri.
(Ide dasar ini diambil dari pendapat Emha Ainun Najib)
1. Karyawan / Pejabat "Wajib"
Tipe karyawan atau pejabat wajib ini memiliki ciri : keberadaannya sangat disukai, dibutuhkan, harus ada sehingga ketiadaannya sangat dirasakan kehilangan.
Dia sangat disukai karena pribadinya sangat mengesankan, wajahnya yang selalu bersih, cerah dengan senyum tulus yang dapat membahagiaan siapapun yang berjumpa dengannya.
Tutur katanya yang sopan tak pernah melukai siapapun yang mendengarnya, bahkan pembicaraannya sangat bijak, menjadi penyejuk bagi hati yang gersang, penuntun bagi yang tersesat, perintahnya tak dirasakan sebagai suruhan, orang merasa terhormat dan bahagia untuk memenuhi harapannya tanpa rasa tertekan.
Akhlaknya sangat mulia, membuat setiap orang meraskan bahagia dan senang dengankehadirannya, dia sangat menghargai hak-hak dan pendapat orang lain, setiap orang akan merasa aman dan nyaman serta mendapat manfaat dengan keberadaannya
2. Karyawan / Pejabat "Sunnah"
Ciri dari karyawan/pejabat tipe ini adalah : kehadiran dan keberadaannya memang menyenangkan, tapi ketiadaannya tidak terasa kehilangan.
Kelompok ini hampir mirip dengan sebagian yang telah diuraikan, berprestasi, etos kerjanya baik, pribadinya menyenangkan hanya saja ketika tiada, lingkungannya tidak merasa kehilangan, kenangannya tidak begitu mendalam.
Andai saja kelompok kedua ini lebih berilmu dan bertekad mempersembahkan yang terbaik dari kehidupannya dengan tulus dan sungguh-sungguh, niscaya dia akan naik peringkatnya ke golongan yang lebih atas, yang lebih utama.
3. Karyawan / Pejabat "Mubah"
Ciri khas karyawan atau pejabat tipe ini adalah : ada dan tiadanya sama saja.
Sungguh menyedihkan memang menjadi manusia mubadzir seperti ini, kehadirannya tak membawa arti apapun baik manfaat maupun mudharat, dan kepergiannya pun tak terasa kehilangan.
Karyawan tipe ini adalah orang yang tidak mempunyai motivasi, asal-asalan saja, asal kerja, asal ada, tidak memikirkan kualitas, prestasi, kemajuan, perbaikan dan hal produktif lainnya. Sehingga kehidupannya pun tidak menarik, datar-datar saja.
Sungguh menyedihkan memang jika hidup yang sekali-kalinya ini tak bermakna. Harus segera dipelajari latar belakang dan penyebabnya, andaikata bisa dimotivasi dengan kursus, pelatihan, rotasi kerja, mudah-mudahan bisa meningkat semangatnya.
4. Karyawan / Pejabat "Makruh"
Ciri dari karyawan dan pejabat kelompok ini adalah : adanya menimbulkan masalah tiadanya tidak menjadi masalah.
Bila dia ada di kantor akan mengganggu kinerja dan suasana walaupun tidak sampai menimbulkan kerugian besar, setidaknya membuat suasana tidak nyaman dan kenyamanan kerja serta kinerja yang baik dapat terwujud bila ia tidak ada.
Misalkan dari penampilan dan kebersihan badannya mengganggu, kalau bicara banyak kesia-siaan, kalau diberi tugas dan pekerjaan selain tidak tuntas, tidak memuaskan juga mengganggu kinerja karyawan lainnya.
5. Karyawan / Pejabat "Haram"
Ciri khas dari kelompok ini adalah : kehadirannya sangat merugikan dan ketiadaannya sangat diharapkan karena menguntungkan.
Orang tipe ini adalah manusia termalang dan terhina karena sangat dirindukan "ketiadaannya". Tentu saja semua ini adalah karena buah perilakunya sendiri, tiada perbuatan yang tidak kembali kepada dirinya sendiri.
Akhlaknya sangat buruk bagai penyakit kronis yang bisa menjalar. Sering memfinah, mengadu domba, suka membual, tidak amanah, serakah, tamak, sangat tidak disiplin, pekerjaannya tidak pernah jelas ujungnya, bukan menyelesaikan pekerjaan malah sebaliknya menjadi pembuat masalah. Pendek kata di adalah "trouble maker".
Silahkan anda renungkan, kita termasuk kategori yang mana...?
Semoga semua ini menjadi bahan renungan agar hidup yang hanya sekali ini kita bisa merobah diri dan mempersembahkan yang terbaik dan yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat nanti. Jadilah manusia yang "wajib ada". Semoga!
MASA KERJA SEBAGAI KARYAWAN TETAP
Tulisan kali ini saya buat didasarkan karena seringkali penulis ditanya mengenai status karyawan di suatu perusahaan. Dan seringkali perusahaan yang bergerak dalam bidang pendidikan atau perusahaan yang bidang bisnisnya tidak berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam tahap uji coba pasar.
Sebelum membicarakan mengenai status karyawan, kita terlebih dahulu harus mengetahui kapan masa kerja seorang karyawan dengan jenis pekerjaan tetap dihitung. Masa kerja berkaitan dengan kapan hubungan kerja dimulai antara karyawan dengan perusahaan. Pada Pasal 50 selengkapnya berbunyi:" Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh" Pada pasal tersebut tidak disebutkan soal status karyawan tetap dan kontrak”.
Jadi untuk jenis pekerjaan bersifat tetap, masa kerja karyawan dihitung sejak dia mulai menjalani sebagai karyawan tidak tetap/honorer/magang/, yang intinya sejak dia diterima sebagai karyawan di perusahaan tersebut.
Nah…yang sering terjadi juga, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang edukatif baik formal maupun non formal ikut-ikutan latah menerapkan perjanjian kotrak yang terus-menerus tanpa akhir terhadap jenis pekerjaan yang bersifat tetap. Hal ini tentu saja akan bertentangan dengan UU ketenagakerjaan.
Dalam UU ketenagakerjaan, ditetapkan bahwa untuk menentukan status kontrak harus memenuhi sejumlah seperti yang disebutkan pada Pasal 59 pasal 1 sbb:
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a.Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya ;
b.Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun ;
c.Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d.Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
e.Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Mengacu pada ketentuan di atas, maka masa kerja karyawan kontrak maksimal 3 tahun saja dan karyawan tersebut tidak akan diangkat jadi karyawan tetap, karena status kontrak bukanlah jenjang status karyawan (dimulai dari kontrak baru kemudian diangkat jadi karyawan tetap).
Namun demikian, dalam prakteknya banyak perusahaan yang menetapkan status kontrak untuk pekerjaan yang bersifat tetap (hal tersebut menyalahi pasal 59 ayat 1e), sehingga setelah dikontrak selama 3 tahun kemudian diangkat jadi karyawan tetap. Jika kasusnya seperti ini, artinya jenis pekerjaan sebetulnya adalah pekerjaan yang bersifat tetap, maka masa kerja dihitung dari pertama kali dia bergabung di perusahaan. Dengan kata lain yang dimaksud dengan masa kerja bagi karyawan dengan jenis pekerjaan yang bersifat tetap adalah sejak pertama kali dia menerima pekerjaan dengan perusahaan tersebut (dimulai sejak status masa percobaan).
Dalam kasus lain, misalnya seorang karyawan dikontrak untuk mengerjakan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, misalnya 1 tahun dan produk tersebut ternyata tidak berlanjut. Kemudian perusahaan menawarkan pekerjaan lain yang berbeda dengan pekerjaan terdahulu dan yang bersifat tetap dengan status karyawan tetap dan dimulai dengan masa percobaan dulu, maka masa kerja dimulai dari karyawan tersebut mulai menjalani masa percobaan.
Ada hal perlu dipahami bahwa perjanjian kerja dengan waktu tertentu (status karyawan tidak tetap) tidak dapat dilakukan terhadap pekerjaan yang bersifat tetap, hal ini sesuai dengan Pasal 59 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003. Jadi tidak ada alasan lagi apabila terus-menerus status karyawan tidak tetap diperpanjang terhadap jenis pekerjaan yang ditanganinya adalah pekerjaan bersifat tetap seperti misalnya tenaga ke administrasian sekolah/yayasan, tenaga kasir yang tidak bersifat musiman dan lain sejenisnya.
Sebelum membicarakan mengenai status karyawan, kita terlebih dahulu harus mengetahui kapan masa kerja seorang karyawan dengan jenis pekerjaan tetap dihitung. Masa kerja berkaitan dengan kapan hubungan kerja dimulai antara karyawan dengan perusahaan. Pada Pasal 50 selengkapnya berbunyi:" Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh" Pada pasal tersebut tidak disebutkan soal status karyawan tetap dan kontrak”.
Jadi untuk jenis pekerjaan bersifat tetap, masa kerja karyawan dihitung sejak dia mulai menjalani sebagai karyawan tidak tetap/honorer/magang/, yang intinya sejak dia diterima sebagai karyawan di perusahaan tersebut.
Nah…yang sering terjadi juga, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang edukatif baik formal maupun non formal ikut-ikutan latah menerapkan perjanjian kotrak yang terus-menerus tanpa akhir terhadap jenis pekerjaan yang bersifat tetap. Hal ini tentu saja akan bertentangan dengan UU ketenagakerjaan.
Dalam UU ketenagakerjaan, ditetapkan bahwa untuk menentukan status kontrak harus memenuhi sejumlah seperti yang disebutkan pada Pasal 59 pasal 1 sbb:
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a.Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya ;
b.Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun ;
c.Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d.Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
e.Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Mengacu pada ketentuan di atas, maka masa kerja karyawan kontrak maksimal 3 tahun saja dan karyawan tersebut tidak akan diangkat jadi karyawan tetap, karena status kontrak bukanlah jenjang status karyawan (dimulai dari kontrak baru kemudian diangkat jadi karyawan tetap).
Namun demikian, dalam prakteknya banyak perusahaan yang menetapkan status kontrak untuk pekerjaan yang bersifat tetap (hal tersebut menyalahi pasal 59 ayat 1e), sehingga setelah dikontrak selama 3 tahun kemudian diangkat jadi karyawan tetap. Jika kasusnya seperti ini, artinya jenis pekerjaan sebetulnya adalah pekerjaan yang bersifat tetap, maka masa kerja dihitung dari pertama kali dia bergabung di perusahaan. Dengan kata lain yang dimaksud dengan masa kerja bagi karyawan dengan jenis pekerjaan yang bersifat tetap adalah sejak pertama kali dia menerima pekerjaan dengan perusahaan tersebut (dimulai sejak status masa percobaan).
Dalam kasus lain, misalnya seorang karyawan dikontrak untuk mengerjakan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, misalnya 1 tahun dan produk tersebut ternyata tidak berlanjut. Kemudian perusahaan menawarkan pekerjaan lain yang berbeda dengan pekerjaan terdahulu dan yang bersifat tetap dengan status karyawan tetap dan dimulai dengan masa percobaan dulu, maka masa kerja dimulai dari karyawan tersebut mulai menjalani masa percobaan.
Ada hal perlu dipahami bahwa perjanjian kerja dengan waktu tertentu (status karyawan tidak tetap) tidak dapat dilakukan terhadap pekerjaan yang bersifat tetap, hal ini sesuai dengan Pasal 59 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003. Jadi tidak ada alasan lagi apabila terus-menerus status karyawan tidak tetap diperpanjang terhadap jenis pekerjaan yang ditanganinya adalah pekerjaan bersifat tetap seperti misalnya tenaga ke administrasian sekolah/yayasan, tenaga kasir yang tidak bersifat musiman dan lain sejenisnya.
ADVERSITY QUOTIENT DAN KESUKSESAN SESEORANG
Kinerja karyawan yang baik merupakan hal yang terpenting bagi kelangsungan hidup perusahaan. Bila sebuah perusahaan ingin berkembang dengan pesat tidak hanya memerlukan SDM yang memiliki IQ dan EQ bahkan SQ yang baik, namun, ada lagi faktor penentu kesuksesan yang belum banyak dibicarakan orang, yaitu AQ atau adversity quotient yang diperkenalkan oleh Paul Stoltz. Sebuah perusahaan haruslah juga memiliki sumber daya manusia yang mampu menampilkan adversity quotient yang baik. Kinerja karyawan yang adversity quotient-nya tinggi dan baik akan membuat karyawan semakin loyal terhadap organisasi atau perusahaan dan diharapkan akan memiliki kinerja yang tinggi.
AQ dapat dipandang sebagai ilmu yang menganalisis kegigihan manusia dalam menghadapi setiap tantangan sehari-harinya. Adversity Quotient, merupakan suatu penilaian yang mengukur bagaimana respon seseorang dalam menghadapai masalah untuk dapat diberdayakan menjadi peluang.
Adversity quotient dapat menjadi indikator seberapa kuatkah seseorang dapat terus bertahan dalam suatu pergumulan dengan permasalahan yang harus dia hadapi, ada tiga kemungkinan yang akan terjadi yakni ada karyawan yang menjadi kampiun, mundur di tengah jalan, dan ada yang tidak mau menerima tantangan dalam menghadapi masalah rumit (tantangan) tersebut. Katakanlah dengan AQ dapat dianalisis seberapa jauh para karyawannya mampu mengubah tantangan menjadi peluang.
Kebanyakan manusia tidak hanya belajar dari tantangan tetapi mereka bahkan meresponnya untuk memeroleh sesuatu yang lebih baik. Dalam dunia kerja, karyawan yang ber-AQ semakin tinggi dicirikan oleh semakin meningkatnya kapasitas, produktivitas, dan inovasinya dengan moral yang lebih tinggi. Sebagai ilmu maka AQ dapat ditelaah dari tiga sisi yakni dari teori, keterukuran, dan metode. Secara teori, AQ menjelaskan mengapa beberapa orang lebih ulet ketimbang yang lain. Dengan kata lain apa, mengapa dan bagaimana mereka berkembang dengan baik walaupun dalam keadaan yang serba sulit. Dalam konteks pengukuran, AQ bisa digunakan untuk menentukan atau menseleksi para pelamar dan juga untuk mengembangkan daya kegigihan karyawan. Sebagai metode, AQ dapat dikembangkan untuk meningkatkan kinerja, kesehatan, inovasi, akuntabilitas, focus, dan keefektifitasan karyawan.
Adversity Quotient dalam bahasa penulis diartikan sebagai seni bertahan hidup, yakni kemampuan seseorang untuk menikmati sambil mencari jalan keluar agar dapat mengendalikan permasalahan yang ada, sehingga goal yang diinginkan dapat tercapai dengan sukses.
Adversity Quotient dapat juga melihat mental taftness yang dimiliki oleh seseorang. Dalam Adversity Quotient, kelompok atau tipe orang/individu dapat dibagi menjadi tiga bagian, dimana hal ini melihat sikap dari individu tersebut dalam menghadapi setiap masalah dan tantangan hidupnya. Kelompok/tipe individu tersebut, antara lain adalah:
Quiters
Merupakan kelompok orang yang kurang memiliki kemauan untuk menerima tantangan dalam hidupnya. Hal ini secara tidak langsung juga menutup segala peluang dan kesempatan yang datang menghampirinya, karena peluang dan kesempatan tersebut banyak yang dibungkus dengan masalah dan tantangan. Tipe quiter cenderung untuk menolak adanya tantangan serta masalah yang membungkus peluang tersebut.
Campers
Merupakan kelompok orang yang sudah memiliki kemauan untuk berusaha menghadapai masalah dan tantangan yang ada, namun mereka melihat bahwa perjalanannya sudah cukup sampai disini. Berbeda dengan kelompok sebelumnya (quiter), kelompok ini sudah pernah menrima tantangan, berjuang menghadapi berbagai masalah yang ada dalam suatu pergumulan / bidang tertentu, namun karena adanya tantangan dan masalah yang terus menerjang, mereka memilih untuk berhenti di tengah jalan dan berkemah.
Climbers
Merupakan kelompok orang yang memilih untuk terus bertahan untuk berjuang menghadapi berbagai macam hal yang akan terus menerjang, baik itu dapat berupa masalah, tantangan, hambatan, serta hal - hal lain yang terus dapat setiap harinya. Kelompok ini memilih untuk terus berjuang tanpa mempedulikan latar belakang serta kemampuan yang mereka miliki, mereka terus mendaki dan mendaki.
Adversity Quotient memiliki 4 dimensi yang masing - masing merupakan bagian dari sikap seseorang menghadapai masalah. Dimensi - dimensi tersebut antara lain adalah:
1. C = Control
Menjelaskan mengenai bagaimana seseorang memiliki kendali dalam suatu masalah yang muncul. Apakah seseorang memandang bahwa dirinya tak berdaya dengan adanya masalah tersebut, atau ia dapat memengang kendali dari akibat masalah tersebut
2. Or = Origin
Menjelaskan mengenai bagaimana seseorang memandang sumber masalah yang ada. Apakah ia cenderung memandang masalah yang terjadi bersumber dari dirinya seorang atau ada faktor - faktor lain diluar dirinya
Ow = Ownership
Menjelaskan tentang bagaimana seseorang mengakui akibat dari masalah yang timbul. Apakah ia cenderung tak peduli dan lepas tanggung jawab, atau mau mengakui dan mencari solusi untuk masalah tersebut
3. R = Reach
Menjelaskan tentang bagaimana suatu masalah yang muncul dapat mempengaruhi segi-segi hidup yang lain dari orang tersebut. Apakah ia cenderung memandang masalah tesebut meluas atau hanya terbatas pada masalah tersebut saja.
4. E = Endurance
Menjelaskan tentang bagaimana seseorang memandang jangka waktu berlangsungnya masalah yang muncul. Apakah ia cenderung untuk memandang masalah tersebut terjadi secara permanen dan berkelanjutan atau hanya dalam waktu yang singkat saja.
Sumber:http://id.shvoong.com/books/1855052-adversity-quotient-mengubah-hambatan-menjadi/#ixzz1U1f81OLV
AQ dapat dipandang sebagai ilmu yang menganalisis kegigihan manusia dalam menghadapi setiap tantangan sehari-harinya. Adversity Quotient, merupakan suatu penilaian yang mengukur bagaimana respon seseorang dalam menghadapai masalah untuk dapat diberdayakan menjadi peluang.
Adversity quotient dapat menjadi indikator seberapa kuatkah seseorang dapat terus bertahan dalam suatu pergumulan dengan permasalahan yang harus dia hadapi, ada tiga kemungkinan yang akan terjadi yakni ada karyawan yang menjadi kampiun, mundur di tengah jalan, dan ada yang tidak mau menerima tantangan dalam menghadapi masalah rumit (tantangan) tersebut. Katakanlah dengan AQ dapat dianalisis seberapa jauh para karyawannya mampu mengubah tantangan menjadi peluang.
Kebanyakan manusia tidak hanya belajar dari tantangan tetapi mereka bahkan meresponnya untuk memeroleh sesuatu yang lebih baik. Dalam dunia kerja, karyawan yang ber-AQ semakin tinggi dicirikan oleh semakin meningkatnya kapasitas, produktivitas, dan inovasinya dengan moral yang lebih tinggi. Sebagai ilmu maka AQ dapat ditelaah dari tiga sisi yakni dari teori, keterukuran, dan metode. Secara teori, AQ menjelaskan mengapa beberapa orang lebih ulet ketimbang yang lain. Dengan kata lain apa, mengapa dan bagaimana mereka berkembang dengan baik walaupun dalam keadaan yang serba sulit. Dalam konteks pengukuran, AQ bisa digunakan untuk menentukan atau menseleksi para pelamar dan juga untuk mengembangkan daya kegigihan karyawan. Sebagai metode, AQ dapat dikembangkan untuk meningkatkan kinerja, kesehatan, inovasi, akuntabilitas, focus, dan keefektifitasan karyawan.
Adversity Quotient dalam bahasa penulis diartikan sebagai seni bertahan hidup, yakni kemampuan seseorang untuk menikmati sambil mencari jalan keluar agar dapat mengendalikan permasalahan yang ada, sehingga goal yang diinginkan dapat tercapai dengan sukses.
Adversity Quotient dapat juga melihat mental taftness yang dimiliki oleh seseorang. Dalam Adversity Quotient, kelompok atau tipe orang/individu dapat dibagi menjadi tiga bagian, dimana hal ini melihat sikap dari individu tersebut dalam menghadapi setiap masalah dan tantangan hidupnya. Kelompok/tipe individu tersebut, antara lain adalah:
Quiters
Merupakan kelompok orang yang kurang memiliki kemauan untuk menerima tantangan dalam hidupnya. Hal ini secara tidak langsung juga menutup segala peluang dan kesempatan yang datang menghampirinya, karena peluang dan kesempatan tersebut banyak yang dibungkus dengan masalah dan tantangan. Tipe quiter cenderung untuk menolak adanya tantangan serta masalah yang membungkus peluang tersebut.
Campers
Merupakan kelompok orang yang sudah memiliki kemauan untuk berusaha menghadapai masalah dan tantangan yang ada, namun mereka melihat bahwa perjalanannya sudah cukup sampai disini. Berbeda dengan kelompok sebelumnya (quiter), kelompok ini sudah pernah menrima tantangan, berjuang menghadapi berbagai masalah yang ada dalam suatu pergumulan / bidang tertentu, namun karena adanya tantangan dan masalah yang terus menerjang, mereka memilih untuk berhenti di tengah jalan dan berkemah.
Climbers
Merupakan kelompok orang yang memilih untuk terus bertahan untuk berjuang menghadapi berbagai macam hal yang akan terus menerjang, baik itu dapat berupa masalah, tantangan, hambatan, serta hal - hal lain yang terus dapat setiap harinya. Kelompok ini memilih untuk terus berjuang tanpa mempedulikan latar belakang serta kemampuan yang mereka miliki, mereka terus mendaki dan mendaki.
Adversity Quotient memiliki 4 dimensi yang masing - masing merupakan bagian dari sikap seseorang menghadapai masalah. Dimensi - dimensi tersebut antara lain adalah:
1. C = Control
Menjelaskan mengenai bagaimana seseorang memiliki kendali dalam suatu masalah yang muncul. Apakah seseorang memandang bahwa dirinya tak berdaya dengan adanya masalah tersebut, atau ia dapat memengang kendali dari akibat masalah tersebut
2. Or = Origin
Menjelaskan mengenai bagaimana seseorang memandang sumber masalah yang ada. Apakah ia cenderung memandang masalah yang terjadi bersumber dari dirinya seorang atau ada faktor - faktor lain diluar dirinya
Ow = Ownership
Menjelaskan tentang bagaimana seseorang mengakui akibat dari masalah yang timbul. Apakah ia cenderung tak peduli dan lepas tanggung jawab, atau mau mengakui dan mencari solusi untuk masalah tersebut
3. R = Reach
Menjelaskan tentang bagaimana suatu masalah yang muncul dapat mempengaruhi segi-segi hidup yang lain dari orang tersebut. Apakah ia cenderung memandang masalah tesebut meluas atau hanya terbatas pada masalah tersebut saja.
4. E = Endurance
Menjelaskan tentang bagaimana seseorang memandang jangka waktu berlangsungnya masalah yang muncul. Apakah ia cenderung untuk memandang masalah tersebut terjadi secara permanen dan berkelanjutan atau hanya dalam waktu yang singkat saja.
Sumber:http://id.shvoong.com/books/1855052-adversity-quotient-mengubah-hambatan-menjadi/#ixzz1U1f81OLV
Subscribe to:
Posts (Atom)