SEPUTAR POHON SAWO KECIK


SPESIES ini dinamakan sawo kecik karena buahnya kecil-kecil. Kecik sendiri dalam bahasa Jawa sehari-hari berarti biji sawo. Sawo kecik masuk dalam suku Sapotaceae atau sawo-sawoan. Jenis sawo lain yang kita kenal adalah sawo manila, sawo notok, sawo papua dan sawo duren. Dia antara semua itu, sawo kecik merupakan buah yang terkecil.
Tanaman ini banyak dibudidayakan di Asia Tropis dan Amerika Tropis. Di Indonesia sendiri sangat jarang ditemui karena sudah tidak banyak orang yang menanamnya. Justru sawo kecik ditemukan tumbuh liar di pesisir pantai Indonesia., terutama Bali dan Nusa Tenggara. Sementara tempat asalnya adalah India. Di Malaysia, sawo kecik masih lumayan banyak ditanam orang.
Buahnya berbentuk bulat telur berukuran kecil. Buah yang masak enak dimakan, rasanya manis, kadang-kadang sedikit sepet. Kulitnya sangat tipis, dan mudah mengelupas. Selain buahnya dapat dimakan, kayunya yang keras dan kuat juga sangat baik untuk dibuat patung, perabot rumah tangga, alat-alat pertukangan, tiang penyangga rumah, dan sebagainya.
Kayu pohon sawo kecik di Malaysia sering dipakai sebagai bahan pembuat peti mati. Sedangkan di Bali, kayu sawo kecik sering dibuat sebagai bahan ukir-ukiran oleh penduduk sekitar. Di Cina, kayu sawo kecik diolah menjadi tongkat pemetik biola. Biji buahnya yang kecil-kecil itu bisa digunakan sebagai biji mainan congklak atau dakon.
Di wilayah Yogyakarta, pohon sawo kecik kadang dijadikan tanaman pertanda bahwa orang yang menanamnya adalah abdi dalem kraton. Tapi seiring waktu, kebiasaan ini mulai punah, bebarengan dengan punahnya spesies yang bernama Latin Manilkara kauki ini.(berbagai sumber/mer)


Selanjutnya


SEPUTAR POHON KEPEL


Kepel, Deodoran Sekaligus Penyembuh Asam Urat


Selasa, 18 Juni, 2002 oleh: Siswono
Manfaat Buah Kepel sebagai Deodoran Sekaligus Penyembuh Asam Urat (sumber:www.Gizi.net) - Kepel termasuk tanaman langka di Indonesia. Tumbuhan ini biasa dijumpai di keraton-keraton yang ada di Pulau Jawa. Pohon ini mempunyai arti filosofis tersendiri bagi keraton di samping buahnya berguna untuk memelihara kecantikan puteri-puterinya. Daunnya berkhasiat menurunkan kolesterol.

Tanaman di seputaran keraton tidak dipilih sembarangan karena masing-masing punya filosofi tersendiri. Misalnya salah satu sudut halaman Keraton Yogyakarta ditanami antara lain pohon kweni dan kepel. Kweni dekat dengan kata yang berasal dari Bahasa Jawa wani yang berarti berani. Kweni dipilih pihak keraton karena melambangkan keberanian. Sedang pohon kepel dipilih karena melambangkan unsur kesatuan dan keutuhan mental dan fisik seperti tangan yang terkepal.

Tidak seperti lazimnya buah yang menempel pada dahan dan ranting, buah kepel justru meruyak di sekeliling batang utama pohon yang mencapai diameter 40 cm. Batang tempat buah menempel berwarna coklat-kelabu tua sampai hitam, yang secara khas tertutup oleh banyak benjolan (tubercles) yang besar-besar. Karena ukuran buahnya yang segede kepalan tangan orang dewasa (kepel, dengan “e” pepet), orang Jawa menamakannya buah kepel. Melambangkan unsur kesatuan dan keutuhan mental dan fisik seperti tangan yang terkepal.

Di Jawa Barat disebut burahol, sampai dua orang taksonomis mancanegara yang mengidentifikasi tanaman itu memberi nama Latin Stelechocarpus burahol.

Deodoran sekaligus Alat KB

Kepel termasuk tanaman langka di Indonesia. Secara geografis pohon kepel ditemui di Pulau Jawa dan Semenanjung Malaysia. Pohon ini mempunyai arti filosofis tersendiri bagi keraton di samping buahnya berguna untuk memelihara kecantikan puteri keraton Mataram. Hanya dengan memakan buah itu yang sudah masak, para putri ini sudah bisa berbau bunga violces. Keringatnya wangi, dan napasnya harum. Daging buah kepel dapat berfungsi sebagai peluruh kencing, mencegah radang ginjal dan menyebabkan kemandulan (sementara) pada wanita. Jadi, buah ini oleh para wanita bangsawan digunakan sebagai parfum dan alat KB. Baginda menyuruh menanam pohon itu di halaman istana, untuk diambil buahnya bagi para putri keraton.

Di DIY, Jawa tengah dan Jawa Timur pohon ini memiliki reputasi sebagai tanaman keraton membuat rakyat jelata jaman dulu enggan menanamnya. Pada jaman penjajahan orang percaya bahwa hanya orang yang kuat lahir batin yang mampu meniru gaya hidup keluarga keraton. Orang yang tidak kuat akan kualat. Kepercayaan waktu itu adalah hanya pejabat setingkat adipati yang pantas dan kuat lahir batin meniru perilaku keluarga kerajaan. Di Bumisegoro, pohon ini sekarang masih ada meskipun tidak banyak karena sebagian tergusur oleh pembangunan rumah hunian dan atau tergantikan oleh pohon rambutan yang lebih memiliki nilai ekonomis.

Kalau di Jawa Tengah kepel menjadi langka karena rakyat membabatnya habis lantaran takut kualat, di Jawa Barat burahol ditebangi karena dianggap tidak ada harganya. Tak pernah ada usaha menanamnya kembali di kebun pekarangan setiap kali ada pembukaan hutan untuk permukiman baru.

Pohon hias potensial
Pohon itu lumayan indahnya, dengan batang yang tegak lurus, dan tajuk berbentuk kerucut. Cabang-cabangnya tumbuh hampir mendatar. Di daerah atasan lebih kecil daripada di daerah bawahan, sehingga membentuk kerucut alami yang indah.

Kalau usai berbuah kemudian menumbuhkan tunas daun muda yang baru, pohon itu lebih semarak lagi, karena hijaunya daun tua dihias dengan warna merah daun muda seperti daun kayu manis. Daun itu akan lebih mengkilat kalau tertimpa sinar matahari. Daun kepel bisa juga dimanfaatkan untuk mengatasi asam urat. Lalap daun kepel mampu menurunkan kadar kolesterol. Tak mengherankan, kalau ia disukai sebagai tanaman hias oleh para putri keraton.

baca selengkapnya